After several years gap leaving Malang, akhirnya kembali lagi ke kota ini dengan mengingat sejuta kenangan yang telah terlukis. Sepulang dari Polandia, memang agak sulit dihadapkan dengan beberapa pilihan kota perantauan lagi. Mulai apakah ingin ke Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya atau Malang. Semuanya oke sebagai tempat untuk mengais rejeki, namun kemudian akhirnya terseleksi satu per-satu, hingga saat terakhir pilihan tersisa hanya Yogyakarta atau Malang. Pilihan yang berat, sama-sama kota pelajar, sama-sama tempat yang kondusif menurut parameter kami.
Karena suatu alasan dan pertimbangan yang dilakukan dengan ikhtiyar yang cukup panjang, akhirnya terpilihlah Malang. Kota kecil yang kini mulai padat dan selalu macet ketika jam 7 pagi di jembatan Sukarno Hatta. Kota yang masih terlihat bersih meskipun padat penduduk. Kota yang masih sejuk dengan pohon-pohon yang masih megah hijau memayungi dari sengat mentari. Ya, hampir 4.5 tahun lebih saya sebelumnya merantau di kota Malang. Kota yang dimana dahulunya tidak pernah saya harapakan menjadi tempat perantauan, namun memang rencana Tuhan itu lebih indah daripada yang kita harapkan. Hingga pada akhirnya saya semakin jatuh cinta dengan kota kecil ini. Alhamdullillah.
Secara personal saya putuskan untuk merantau dengan berbagai pertimbangan. Hal yang paling fundamental adalah bahwa kewajiban saya yang harus mengabdi menjadi seorang dosen setelah mendapatkan beasiswa penuh dari DIKTI selama 2 tahun belajar di ITS. Dan saya tidak menemukan universitas dengan program studi yang linier dengan apa yang telah saya pelajari selama ini di kota kelahiran saya, sehingga saya harus merantau kembali. Pertimbangan yang lain tidak akan saya ceritakan di sini ya 😛
Pertama kali menginjakkan kaki sebagai penghuni kota Malang ini lagi, saya langsung keliling ke daerah Kerto-kerto, dimana saya dulu menghabiskan hari-hari di kawasan itu. Kertosari, dulu nama daerah kos saya. Posisi yang sangat strategis, dekat warung-warung makan dengan harga anak kos, enak, banyak. Ideal banget kan 😀 Dekat dengan ATM dan tempat belanja lainnya yang bisa ditempuh dengan hanya jalan kaki. Kawasan kerto sudah sangat terkenal dan biasanya tarif kos juga lebih tinggi. Semakin dekat dengan kampus semakin mahal. Dulu gedung kuliah saya di GS (Graha Sainta) dan FMIPA, jadi jarak dari kos ke GS hanya ditempuh 5 menit dengan jalan kaki.
Saya juga mencicipi makanan-makanan pinggir jalan ala-ala mahasiswa. Seperti nasgor Pak Tompel, Pecel Kane, Ayam Penyet Banyuwangi, Batagor dekat Gang Masjid, ataupun cilok SMA 8 dan jajanan lainnya sekitar kampus. Kenangan dan rasanya masih sama-sama, rasanya seperti terlempar saat jaman-jaman kuliah dulu, tidak jauh berbeda, meskipun sekarang tampak lebih padat dengan ragam makanan juga yang sangat bervariasi, namun esensi lingkungan mahasiswa masih terasa.
Malang, memberi saya lebih banyak warna, karena memang tempat merantau saya terlama sampai detik ini. Dan berikut ini sedikit foto-foto kenangan saat-saat perjuangan S1 di Malang. Rindu akan kenangan bersama teman-teman komunitas, rindu organisasi, rindu ikut kompetisi (meskipun sering kalah 😀 ), rindu kebersamaan dengan mereka semua. Time flies. Semoga sukses semuanya di manapun kalian berada. 🙂
Salam,
@Malang weekend dingin