Hari ini begitu hits sekali di berbagai sosial media membahas masalah bunga lili hujan alias AMARYLLIS yang teraniaya oleh keegoisan kaki-kaki manusia. Memang sih, belum terjun langsung ke lapangan bagaimana keadaannya sebelum dan sesudah tragedi tersebut, namun gambar-gambar yang telah menyebar di berbagai sosial media cukup berbicara, sehingga cukup menyulut rasa prihatin. Judul diatas saya ambil karena mengingatkan saya tentang kunjungan ke taman bunga Keukenhof (yang didalamnya dipelihara berbagai spesies bunga Lili juga, selain bunga Tulip), saat musim semi di Belanda bulan Mei lalu. Hasil foto-foto di taman bunga puspa memang tak kalah dengan taman bunga Eropa.
Menurut berbagai sumber, kecantikan si lili hujan muncul setiap setahun sekali dan hanya berlangsung paling lama 3 minggu. Sama persis dengan taman Keukenhof yang dibuka pada akhir April hingga awal Mei saja. Pun dengan bunga Amaryllis ini, muncul saat musim penghujan, sehingga dinamakan juga bunga lili hujan. Rentang waktu yang singkat untuk menikmati keindahan ciptaan Sang Kuasa tanpa cacat. Lukisan alam yang tiada terkira indahnya. Apalagi buat para pecinta taman bunga, iya bukan? Adem lihatnya. Siapa yang tidak ingin mengabadikan momen tersebut? Saya rasa yang berkunjung dan melihat tempat ini akan tergelitik secara langsung maupun tidak untuk mengambil gambarnya.
TAPI! Nah, akan berbeda cerita kalau keindahan tersebut harus hancur karena kesenangan sesaat manusia, kesenangan yang tidak berfikir lebih jauh akan dampaknya.Hancur dengan cara yang tidak adil. Mungkin kalau bunga lili hujan tersebut bisa bicara, mereka pasti akan demo seperti buruh yang lagi hits juga. Memang sayang sekali, kalau berita yang hadir kemudian adalah hal yang tidak enak seperti yang telah banyak disebarkan. Banyak kecaman dari berbagai pihak dan kalangan terkait rusaknya taman bunga Puspa Patuk tersebut. Berikut saya copy-paste dari facebook bapak Novianto Setiawan yang langsung menuju TKP.
SEKELUMIT KISAH MIRIS SI MANIS AMARYLLIS
Puspa Pathuk , magnet baru di Jogja berupa taman bunga ala eropa dimana bunga yang tumbuh terasa spesial buat saya karena adalah nama yang saya sematkan pada putri saya , Valeska Odelia Amaryllis . Sang pemilik adalah orang yang paling menarik untuk saya temui yang belakangan saya ketahui bernama Bapak Sukadi .dari beliaulah saya mendapat banyak cerita diantara ratusan pengunjung yang bahkan mungkin tak permisi dulu berkunjung dan ber selfie ria , tak sempat berfikir untuk kulo nuwun pada tuan rumah , tak peduli bahwa mereka masuk halaman rumah orang .tahun 2006 beliau mulai membudidayakan bunga Amaryllis atau lebih akrab mereka sebut sebagai Brambang Procot , hingga lambat laun perluasan area tumbuh memenuhi tegalan di depan rumahnya dan saat musim berbunga yang hanya setahun sekali ini mencapai puncaknya hari Selasa lalu yang kemudian terunggah ke media sosial dengan visual luar biasa mempesona dan bisa ditebak efeknya
Jumat kemarin sekitar 1500 orang tumpah ruah berkunjung sepanjang hari mendesak , menginjak , menindih , merusak rumpun tanpa ampun , sengaja maupun tidak ..Bapak Sukadi tak punya daya mencegah , tak bisa berbuat banyak , kecuali harus rela kebun bunga nya terkoyak koyak ..Pun begitu .. Beliau secara luar biasa masih meminta maaf via announcer kepada pengunjung jika panorama sudah tak seindah beberapa hari sebelumnya .Lalu jika yang empunya saja begitu menghargai tamunya , bagaimana empati dari pihak sebaliknya ??
Beliau tidak menyalahkan siapapun karena memang kebunnya tidak di desain untuk wisata sebelumnya sehingga akses dan segala kelengkapan tak dipersiapkan mengantisipasi ribuan wisatawan dadakan .Beliau cuma berharap ada sedikit kepedulian untuk perawatan kebunnya lewat kotak sukarela di depan pintu masuk yang itupun lebih banyak di lewati orang orang dengan wajah sok cuek dan tanpa dosa sehingga hitungan ratusan orang di kebun dengan beberapa lembar di kotak jelas bukan jumlah yang seimbang ..
Bapak Sukadi berencana mengembangkan kebunnya menjadi salah satu destinasi wisata Gunungkidul yang memang sedang jadi primadona ..Barakallah Pak .. , semoga kisah miris di kebun bapak yang bapak sikapi dengan ikhlas dan bersahaja menjadi pembuka rizki yang baru .., yang terus mengalir tak berkesudahan … Aamiin ..
Akhirnya , sebelum berpamitan dan meminta izin berfoto dengan beliau saya selipkan selembar ratus ribuan sebagai sekedar bentuk simpati yang tentu amat tak sebanding dengan mahalnya keindahan kebunnya yang kini compang camping , sambil melirik tuan dan nyonya bermobil bergaya parlente yang pastinya jauh lebih kaya daripada saya tapi entah rasa kepeduliannya …
MY TRIP MY ADVENTURE ?
BOLEH EKSIS tapi JANGAN NGAWUR !PUSPA PATHUK GUNUNG KIDUL , SABTU , 28 NOVEMBER 2015
Tulisan Bapak Novianto tersebut sudah cukup jelas, Taman tersebut sebenarnya milik pribadi yang memang tidak secara sengaja juga bisa dikunjungi wisatawan lokal. Berarti yang dibutuhkan adalah kesadaran penuh dari pengunjung untuk ikut menjaga taman tersebut. Ibaratnya sudah diberi gratis lho ya ini padahal, kok ya masih aja tidak mau menjaga. Dilihat dari video dan foto Taman Bunga Puspa Patuk memang mirip-mirip taman bunga yang ada di Eropa ketika musim semi. Memang cantik. Namun kecantikan itu sirna dalam sekejap. Oke, semoga kejadian ini bisa diambil hikmahnya.
Tabel ini menunjukkan bahwa, dengan diberi keindahan yang gratis itu seharusnya disyukuri.
Puspa Pathuk Gunung Kidul | Keukenhof Belanda | |
Tiket Masuk | Gratis | 16 EUR (IDR 240K) |
Luas | 2000 meter persegi | 320.000 meter persegi |
Jenis Bunga | Lili Hujan | Berbagai spesies Tulip, Lily, Anggrek, dll |
Begitu banyak orang yang kecewa dengan pengunjung Taman Puspa Patuk, mungkin kuantitasnya hampir sama dengan yang ingin menikmati taman bunga tersebut, menunjukkan bahwa tempat tersebut potensial dijadikan tempat wisata. Lebih baik lagi jika nantinya tempat tersebut dikelola lebih baik, seperti memberi pagar batas dan disertai dengan aturan-aturan yang tertulis (misalkan tidak diperkenankan melewati area ini). Atau mungkin bisa dikenai denda bagi yang melanggar. Karena sepertinya, orang-orang kita mentalnya belum 100% siap untuk tidak diikat dengan aturan. Meski sudah dikasih gratis juga masih mencak-mencak. Jadi ini hanya pendapat pribadi saya yang mungkin bisa menjadi pertimbangan (meski hanya ikut urun tulisan, tidak urun tangan langsung).
See you!
Surabaya, akhir November yang sudah mulai musim penghujan