Alhamdulillah, Ramadan di depan mata kita dalam hitungan jam. Alhamdulillah, lega rasanya telah menyelesaikan hutang puasa yang cukup banyak yaitu 37 hari yaitu hutang tidak puasa saat menyusui di masa ASI eksklusifnya ditambah halangan. Proses menyapih sudah selesai di akhir tahun 2021, sehingga tahun 2022 adalah masa untuk membayar hutang. Sebelumnya, keterbatasan ilmu juga sehingga menganggap dengan membayar fidyah saja sudah cukup untuk memenuhi hutang puasa. Akan tetapi, pada perjalanannya Allah tunjukkan jawaban melalui banyak jalan saat mengikuti beberapa kajian. Berdoa semoga senantiasa Allah bimbing dan betullah, ada saja banyak hal yang mengarah ke jawabn pertanyaan. Seperti saat scrolling media sosial ternyata membahas masalah tersebut, atau pun saat iseng baca artikel kajian muncul jawaban tersebut. Ya, seperti menemukan jawaban yang akhirnya hati menjadi mantap untuk membayar hutang puasa.
Alhamdulillah waktu tahun 2022 sempat mengikuti kelas Muslimah yang salah satu kajiannya membahas masalah tersebut, disampaikan oleh Ustadzah Aini Aryani, Lc. Beliau merupakan lulusan dari IIUI Islamabad Pakistan dan menjadi bagian dari Rumah Fiqih Indonesia. Ya, di sini adalah awal dari menemukan jawaban tersebut, apakah wanita hamil dan menyusui harus membayar hutang puasa? Saat itu pun ternyata juga banyak yang bertanya dengan pertanyaan serupa, mengingat pemahaman sebelumnya sama seperti saya, yaitu cukup membayar fidyah. Bagaimana yang anaknya banyak? Tiap tahun hamil atau menyusui sementara anak-anak juga sudah besar? Hutangnya banyak dan sudah lupa berapa banyak hutangnya. Sebagaimana puasa Ramadan adalah kewajiban, maka tetap ada kewajiban untuk mengganti. Jika lupa, diperkirakan misalnya, saat anak pertama tidak puasa sama sekali saat Ramadan maka hutangnya adalah 30 hari, dst.
Jika anaknya 4 dan selama itu tidak puasa Ramadan sama sekali, berarti hutang puasanya 30 x 4 = 120 hari. Dalam setahun ada 365 hari dipotong halangan untuk wanita (misalnya halangan dalam satu bulan 7 hari), maka 365 – 84 = 281 hari. Jadi masih ada sisa 161 hari dari setahun untuk membayar puasa. Semua hal tersebut dilakukan jika dalam keadaan mampu (tidak sakit) dan masih belum di usia renta (yang ada keringanan untuk tidak berpuasa).
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankan puasa (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan satu orang miskin (bagi satu hari yang ditinggalkan). Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka Itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 184)
Allah Ta’ala telah menjadikan fidyah sebagai pengganti puasa di awal-awal diwajibkannya puasa, yaitu ketika manusia punya pilihan untuk menunaikan fidyah (memberi makan) dan berpuasa. Kemudian setelah itu, mereka diperintahkan untuk berpuasa saja.[Majmu’ Fatawa wa Rosail Ibni ‘Utsaimin, 17/121-122, Asy Syamilah]
***
Fatwa ini menjelaskan bahwa asalnya kewajiban wanita hamil dan menyusui ketika mereka tidak berpuasa adalah mengqodho’ puasa di hari lainnya (di saat mereka kuat untuk berpuasa). Namun jika keadaan mereka tidak mampu lagi menunaikan qodho’ puasa, maka diganti fidyah sebagaimana halnya orang yang sudah di usia senja dan tidak mampu lagi berpuasa. Dari sini penjelasan beliau rahimahullah di atas, menunjukkan bahwa kurang tepatnya sebagian orang yang mengeluarkan fidyah langsung padahal ia masih mampu mengqodho’ di hari lainnya.
Sumber https://rumaysho.com/1207-apakah-wanita-hamil-dan-menyusui-cukup-fidyah-tanpa-qodho.html
Wallahu a’lam. Semoga Allah berikan keberkahan waktu dan tenaga untuk menggapai Ramadan sebaik-baiknya. Semoga dipertemukan dengan bulan suci ini dalam kualitas terbaik. Aamiin.
— baiti jannati, H-1 Ramadan, Okayama