Di tengah padatnya kegiatan-kegiatan bulan Nopember ini, ada hal menyenangkan yang terjadi mendadak. Yep, tepatnya minggu kemarin short trip ke Jogja <3. Yay! finally, padahal beberapa hari sebelum itu saya dan suami sempet ngobrol untuk merencanakan liburan singkat dan di Jogja, alhasil Tuhan mendengar dan menghijabah hasil obrolan kami dengan melayangkan undangan pernikahan dari salah satu teman baik suami saat kuliah di Swedia dulu. Ya, dadakan. Singkat sekali proses perjalanannya, dapat undangan hari Kamis, pesan tiket kereta dan pesan hotel hari Jum’at, Sabtu berangkat. Pengen banget berangkat Sabtu pagi hari, namun tidak bisa, karena saya masih ada acara dan siang juga sudah berjanji kepada adik-adik FORMASI UB untuk sharing pengalaman. Akhirnya diputuskan berangkat sore. Agak lumayan hectic persiapannya karena Jumat malam sebelum berangkat itu masih berkutat dengan urusan administrasi konferensi internasional FILKOM dan juga sedikit borang akreditasi :3. Untung dibantuin suami, simply we can call it as team work 🙂 <3 Sabtu pagi itu ada acara dan baru packing, namun saat sampai ke Guest House UB pas lah. Alhamdulillah. Oke kita mulai cerita perjalanan ke Jogja yaaa, biasalah tadi pembukaan dulu 😀
Naik kereta api tut..tut..tut.. Udah lama sekali tidak naik kereta api, sebelum berangkat kita sempat beli oleh-oleh dulu untuk kawan kami di sana, dan juga beli makan siang yang antrinya euh euh. Sensasinya perjalanan kali ini sungguh menyenangkan dan sangat menikmati, apalagi sama suami #eh. 😀 Sepanjang jalan saya merasa bersyukur sekali masih diberi kesempatan untuk menikmati perjalanan, melihat keindahan lukisan Tuhan, menyenangkan pokoknya 😀 Alhamdulillh. Sampai di stasiun Jogja tengah malam dan berencana naik Grab menuju hotel yang kalau dari aplikasinya 2km. Untung suami lihat Google Maps, hotelnya ternyata berjarak 500 meter dari Stasiun, akhirnya kami jalan kaki saja lah, karena menurut parameter kami 500 meter itu sangat dekat. Sambil melihat dan menikmati suasana Jogja malam hari, melalui Jalan Malioboro yang masih sangat ramai, menyenangkan.
Pagi hari di hari Minggu, kami sudah membuat daftar kegiatan (fleksibel sih) untuk seharian, yang jelas hal utama kondangan dulu. Untuk seharian itu, kami dapat sambutan spesial oleh Alvi Syahrina, yang repot-repot menyediakan fasilitas untuk jalan-jalan. Thanks ya Pi :). Kondangan masih jam 11, sementara pagi hari kami masih mempunyai waktu sedikit banyak untuk jalan-jalan ke Malioboro dan randomly kita kepikiran untuk main ke Taman Sari. Selepas sarapan pagi di hotel dengan hati senang memulai jalan kaki ke Malioboro, karena hotelnya deket banget kok sama Malioboro. Ada warna yang berbeda dengan setahun yang lalu, area pedestrian di sepanjang Malioboro jadi lebih lebar dan ada tempat untuk duduk-duduknya. Namun, tetap saja yang namanya Malioboro tak pernah sepi pengunjung. Saat jalan-jalan tersebut ada hal yang lucu, karena ada kambing jalan-jalan di pedestrian mengikuti pemiliknya. 😀 Anti mainstream banget ya, biasanya anjing atau kucing, ini mah kambing di tengah keramaian pedestrian Malioboro 😀 Sampai sekitar 700 meter kami berjalan, kemudian kami memutuskan untuk ke Taman Sari naik becak, yang sekarang sudah banyak becak motor di Jogja. Setahun yang lalu masih belum nemu becak motor, sekarang di sepanjang Malioboro sudah banyak sekali becak motor. Dengan bahasa Jawa kromo mencoba untuk menawar harga tapi yasudahlah, Rp 25.000,- ke Taman Sari, it’s ok.
1.Taman Sari
Sampai ke Taman Sari jam 9 kurang masih tutup dan sudah banyak pengunjung yang berjajar-jajar mengantri di depan gerbang taman Sari. Sambil melihat-lihat dan foto-foto sekitar, tak lama kemudian gerbang dibuka, dan semua pengunjung yang telah menunggu berhamburan membentuk barisan di depan loket. Tak lama antri, saya membeli dua buah tiket dan satu tiket kamera. Harga per tiketnya adalah Rp. 5000,- dan harga untuk membawa satu kamera adalah Rp 3000,-. Murah banget lah pokoknya. Berhubung masih pagi, cuaca juga masih nyaman dan seger, juga pengunjung tidak terlalu berjejejalan. Suasananya masih enak. Kemudian dari arah mau masuk ke area pemandian Taman Sari ada bapak-bapak yang sudah sepuh menanyakan apakah membutuhkan guide? Awalnya saya bilang “mboten” yang artinya tidak. Sekitar 7 langkah setelah bilang tidak ke bapak guide tersebut, saya diskusi sama suami. Yang intinya, kalau cuma foto-foto saja kayaknya kurang deh, kita butuh informasi sejarah yang ada di dalamnya. Kalau cuma untuk foto-foto memang Taman Sari ya gitu-gitu aja, bagus sih, tapi ya gitu-gitu aja. Akhirnya saya balik badan menghampiri bapaknya lagi. Enak loh, guide yang ada di sana itu gak maksa, gak seperti mbak2 SPG yang kadang agresif banget kalau nawarin barang :D. Masalah preferensi sih, kalau saya suka model seperti itu, gitu aja :D. Saya tanya ke bapak guide “Pak, ngapunten, berapa ya harganya untuk jasa guide?” Seikhlasnya mbak. Sama seperti di Keraton dulu juga guidenya tidak mematok suatu harga namun seikhlasnya.
Bapak guidenya ini baik banget, Continue reading