Assalamualaikum. Baik, kali ini saya juga akan coba untuk menjawab pertanyaan yang lumayan sering ditanyakan. JIka ada yang bertanya sejenis, silakan cek dimari ya, kalau misalnya belum terjawab bisa sharing di kolom komentar. Saya coba untuk menjawab juga berdasarkan pengalaman pribadi, mengingat di jenjang strata dua, saya ada sedikit pengalaman menimba S2 2 tahun di Institut teknologi Sepuluh Nopember (ITS) dengan beasiswa BPPDN dan 1 tahun di Warsaw University of Technology (WUT) Poland dengan Erasmus-Mobility scholarship (non-degree/tanpa gelar). Keduanya adalah fully funded scholarship. Di jenjang ini saya mengalami dua fase perkuliahan di dua benua berbeda (Asia-Eropa)a dengan mekanisme riset dan kurikulum yang totally different. Apa saja itu?
Sebenarnya, saya pernah menuliskan perbedaan S2 di ITS dan WUT di sini. Akan tetapi, saya baru menyadari kalau post tersebut ternyata aksesnya private. Tapi ini udah dibuka kok aksesnya jadi publik. Feel free to read yak 😀 Nah, di sini, saya akan bahas yang belum ada di artikel tersebut ya dan korelasi tempat studi dengan yang ingin berprofesi menjadi dosen. Oh iya, dalam kasus ini saya membahasnya S1 dan S2 dengan bidang keilmuan yang linear ya, karena fokusnya ke profesi dosen dan yang bertanya kebanyakan para freshgrad atau calon freshgrad yang memiliki niat untuk studi lanjut S2.
PERBEDAAN DARI SISI RISET/PENELITIAN
- Menurut saya pas di WUT itu mirip-mirip kuliah di S1. Pas banget saya sudah pernah menuliskan MK apa saja yang saya ambil saat kuliah dua semester di WUT dan bagaimana proses belajar serta penilaian yang dilakukan di sana. Untuk winter semester, kalian bisa cek di sini, sementantara untuk summer semester bisa dicek di sini. Sisi penelitian atau risetnya tidak terlalu menonjol, bahkan untuk sekedar conference di fase master itu terkesan “ambisius” 😀 Kalau di Indonesia? jangan ditanya, sejak S1 publikasi sudah menjadi salah satu syarat kelulusan. Untuk pendalaman risetnya, banyak diterapkan di lab work atau project. Eh, tapi menariknya, beberapa kampus di Eropa itu ada yang MKnya terjun langsung ke industri lho. Memang kalau di Eropa S2 itu tidak selalu identik bakal jadi dosen, tampaknya saya lebih sering menemui kalau mereka ke ranah praktisi atau profesional. Dulu teman saya di Eropa itu ada yang bilang kalau mayoritas mahasiswa S1 di sana pasti melanjutkan S2.
- Di ITS, mulai semester 1 sudah dimulai dari review jurnal. Jurnal, jurnal dan jurnal, tugasnya pun tidak jauh-jauh dari paper dan jurnal. Jadi, kalau dulu S1nya tidak terlalu suka menulis, ini menjadi sebuah fase yang harus digembleng mati-matian saat S2 di sini. Oh well, tidak semua prodi S2 di dalam negeri seperti ini ya, kalian nanti bisa colek langsung alumni-alumni untuk bertanya. Semester 2 ke 3 saya sudah ikut proyek penelitian dosen yang melibatkan mahasiswa S3, S2, dan S1. Justru saya banyak belajar ilmu perdosenan ini saat kuliah di dalam negeri, di ITS tepatnya. Mengapa penting? salah satunya karena tugas wajib dosen adalah Tri Dharma: penelitian. Jadi, ibaratnya memang sudah dilatih sejak S2 sebelum terjun beneran jadi dosen 😀 Apa hasilnya? Lulus S2, 8 publikasi alhamdulillah bisa saya hasilkan bersama teman-teman, meskipun bukan Sinta dan Scopus 😀 . Eh, yang ke-8 itu Scopus, ceritanya di sini.
KURIKULUM
- Kurikulum ini seluruh universitas di prodi yang sama di Indonesia saja bisa berbeda, apalagi yang di LN. Tapi begini, sepengetahuan saya, selama masih dalam satu lingkup keilmuan yang sama, MKnya mirip-mirip ya. Well, ini saya pindai transkrip saat di ITS dan WUT. Kalian bisa lihat kalau beda MKnya itu tipis-tipis
- Poin penting, kalau sudah niat lanjut studi, harus mantap melangkah agar selalu memiliki motivasi menentukan arah. Apa pun kurikulumnya, kalau masih satu bidang keilmuan, tak masalah, kalau pun beda diniati ibadah menuntut ilmu, semoga bisa menemukan benang merahnya dan manfaat di kemudian hari.
KELEBIHAN KULIAH DI DALAM NEGERI (DN)
- Jika ingin menjadi dosen, lingkungan kuliah di DN mendukung terutama untuk belajar riset/penelitian sejak “dini”, karena sudah “digembleng” dulu saat S2. Kebiasaan publikasi bukan hal yang mengagetkan lagi. (Oh iya, tetap tergantung kamu kuliah di mana ya? 😀
- Teman seangkatan/kating rata-rata adalah dosen atau calon dosen. Jadi, membangun jejaring sosial saat sudah menjadi dosen nanti menjadi cukup mudah. Saya pun bersyukur akan hal ini, bener-bener punya rekan sejawat dengan homebase dari Sabang sampai Merauke itu menyenangkan. Bisa saling bertukar informasi tentunya. Oh, iya, biasanya juga bisa saling bantu-membantu untuk menjadi reviewer jurnal. Tentunya, bisa menambah pengalaman.
- Bisa mendapatkan wawasan tentang jenjang karir dosen dan apa saja hak dan kewajiban dosen. Dulu saya tidak tahu apa itu jabfung dosen (karir mulai dari Asisten Ahli-Lektor-Lektor Kepala-Guru Besar/Profesor), tapi saya tahu juga dari teman-teman seangkatan. Bagaimana melalui tahap-tahap tersebut dan tidak jarang saling bertukar tips and tricks. Dengan mengetahui hal tersebut, maka bisa merancang timeline saat menjadi dosen nanti.
- Dengan berprofesi menjadi dosen, dosen-dosen saat S2 bisa menjadi rekan sejawat yang bisa menjadi mitra untuk kolaborasi penelitian.
- Selama ikut conference, bisa jalan-jalan juga, dan di sini bisa membentuk networking dengan rekan seprofesi maupun sebidang ilmu.
KELEBIHAN KULIAH DI LUAR NEGERI (LN)
- Bisa belajar materi itu lebih mendalam dengan dosen-dosen lulusan terbaik dari universitasnya. Tentunya ini juga bisa menjadi fondasi dalam melakukan penelitian/riset.
- Bisa memberikan pengalaman lebih karena berada di dalam lingkup internasional karena akan bertemu dan berinteraksi dengan banyak teman di berbeda negara tentunya dengan budaya yang bervariasi. Jadi setidaknya tahu ini berhadapan dengan orang Asia atau Eropa. Sekedar memanggil nama saja sudah beda 😀
- International exposure tentunya menjadi poin tambahan, karena jejaring yang dibangun bisa lebih luas lagi. Untuk level S2, yang akan berprofesi menjadi dosen, ini tidak terlalu signifikan menurut saya. Sejauh ini jejaring yang dibangun ya sekedar pertemanan biasa belum sampai ke research collaboration misalnya.
- Jalan-jalan! 😀 Melihat karya Tuhan di belahan bumi yang lain dan mensyukuri segala karuniaNya.
- Bisa jadi narasumber untuk berbagi pengalaman kuliah di LN 😀
- Bisa dapat tawaran interview dengan Google. 😀
LALU, SEBAIKNYA KULIAH DI DN ATAU LN?
- Coba LN dulu dengan beasiswa, kalau tidak dapat ya di DN tidak masalah. Hanya saja, kuliah di LN ini butuh persiapan khusus dan waktu yang tidak sebentar dibanding di DN (menurut saya). Jadi, pertimbangkan matang-matang.
- DN dan LN sama-sama baiknya, oleh karena itu saya tidak menyebutkan kekurangan di atas 😀 Peluang mana yang datang lebih dahulu, dan rezeki mana yang di depan mata, itu saja yang diterima dan ditekuni. Setelah berusaha, tinggal menjalani apa yang sudah digariskan dan berusaha yang terbaik. Sama-sama bermanfaat, InsyaAllah.
- Sebaiknya tanya ke orang tua, dapat restu atau tidak. Terutama buat yang cewek ya, biasanya butuh diskusi panjang, perlahan, dan pasti. 😀 Beberapa kasus, kalau anak pertama, juga butuh diskusi panjang untuk izinnya. Jadi, dibicarakan baik-baik, selebihnya manut ortu ya.
- Libatkan Allah dalam setiap langkah, termasuk mengambil keputusan di DN atau di LN. Jadi, istikharah, yes.
Kurang lebih seperti itu ya, pemaparan dari saya. Ini bisa dibilang perbedaan pas di Eropa vs Asia saat studi S2. Semoga bermanfaat ya. Tetap semangat, semoga Allah mudahkan mencari ilmu dan Allah berikan ridlonya.
See you! Sehat-sehat semuanya.
@baiti jannati, selepas subuh di Minggu pagi.