Sudah Lama

Sudah hampir 4 bulan ini vakum menulis dan coret-coret di blog ini. Rasanya kangen sih, hanya saja memang waktunya yang semakin terbatas sekarang. Atau aku cuna alasan saja (?) 😁 Semoga after this post, bisa menulis lagi, merekam jejak, melukiskan kenangan. #tsah.

Bismillah mari dimulai lagi…πŸ˜„ Sampai ini nyoba install WordPress di HP, agar bisa nulis anytime semauku, karena sudah agak jarang buka laptop. Eh masih sering ding, tapi gak sesering dulu. Baik, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali kan. Dannn.. I know that writing is a part of relaxing. ❀️

@baiti jannati, di samping lil angel yg bobo pules habis diASIin

Ulasan Perjalanan Penelitian 2019

Alhamdulillah, sudah di penghujung tahun 2019, tahun ini memang tak terasa cepat sekali berlalunya. Tahun yang cukup produktif untuk saya dalam berdiskusi dan terlibat dalam penelitian karena salah satunya saya menjadi ketua dalam program hibah penelitian dan yang satunya saya sebagai support system. Bagi saya, tahun ini dalam hal penelitian, impian saya bisa dibilang tercapai karena saya berhasil menjalin kerjasama penelitian lintas ilmu dan antar fakultas. Saya sangat senang dengan hal ini karena semakin memperkaya kebermanfaatan keilmuan yang saya miliki. Alhamdulillahnya juga, saya punya asisten-asisten yang saya hire sesuai bayangan saya dengan tugasnya yang lebih banyak belajar bersama saya. Alhamdulillah, meski masih sangat pemula, setidaknya saya punya tim yang cocok dan sevisi misi dalam mengelola dan mengatur penelitian kami ke depannya. Selama satu tahun ini pun, hampir setiap seminggu sekali kami mengadakan diskusi dan pertemuan, untuk menyatukan ide, bertukar pendapat, maupun mengkaji beberapa hal ilmiah yang telah kami tuangkan dalam bentuk prototype, draft paten, draft jurnal-jurnal maupun paper-paper conference. Di sini, saya memiliki 2 tim yang masing-masing mengerjakan penelitian berbeda, namun masih satu irisan. Ya, menarik saja menurut saya, daripada harus melakukan penelitian secara individu.

Okelah, kepanjangan preambulenya πŸ˜€ Jadi sama seperti tahun-tahun sebelumnya, saya hanya ingin merangkum beberapa perjalanan saya yang setapak demi setapak merangkak untuk terus belajar di kancah penelitian ini. Untuk postingan di tahun-tahun sebelumnya, bisa dibaca artikel-artikel berikut.

Sepak terjang penelitian-penelitian ini saya ambilkan dari beberapa pengindeks yang sering digunakan untuk mengetahui rekam jejak tulisan/artikel ilmiah. Saya samakan dengan tahun sebelumnya, yaitu pada tahun 2018, sebagai pembanding.

Continue reading

Welcoming November Rain

*Tulisan yang harusnya diposting bulan November namun masih tersimpan dalam draft πŸ™‚

Alhamdulillah, awal November kemarin hujan cukup lebat pertama kalinya. Saat itu saya ada di luar kota untuk persiapan audit, namun posisinya masih tak jauh dari Malang. Alhamdulillah. Selain itu, saya juga pas menjadi bagian dari suatu unit untuk menilik manual mutu. Oh yes, sebenarnya saya bukan tipikal orang yang bisa dan suka tentunya dengan hal-hal administratif semacam demikian, namun Surat Tugas harus dijalankan, bukan? Ya, tentunya semampu dan semaksimal kita. Di bulan Oktober juga deadline pengumpulan laporan pengamas. Sempat juga disuruh menjadi moderator dadakan saat 29 Oktober 2019 kemarin dalam untuk sebuah workshop teknologi. Ya begitulah sekelumit cerita di bulan kemarin yang terus terang… tiada jeda.

Continue reading

Perjalanan Pertama Kali ke Pulau Nusa Tenggara

Taraaa…akhirnya memutuskan tetap nge-blog di tengah-tengah padatnya rutinitas dan deadline yang beruntun di awal Oktober ini. Wes kangen nge-blog, vakum sebulan itu rasanya sudah dirundung rindu menulis lho. Menulis santai ya, bukan nulis jurnal atau ngoding πŸ˜€ Okelah kumau cerita sekarang ya, perjalanan pertama kali ke Pulau Nusa Tenggara, tepatnya di NTB, Mataram, lebih spesifik lagi di Lombok.

Bukan tanpa drama, perjalanan ini adalah perjalanan dinas, satu rombongan dalam rangka mengikuti konferensi internasional yang mana ketua konferensinya adalah suamiku. Model konferensi ini adalah joint conference yang merupakan program kerjasama dengan Universitas Negeri Mataram. Singkatnya momen ini sebenarnya aku tunggu-tunggu, karena pada dasarnya saya mah suka jalan-jalan, mengeksplorasi tempat baru, tentunya yang saat dibayangkan terasa menyenangkan itu ketika dapat bersilaturahmi dengan rekan sejawat yang merupakan teman-teman zaman sekolah dulu.

Continue reading

Turning Three Years and Still Counting

Turning 3 years and still counting —- 20 Agustus 2016

Rasanya baru kemarin saya mengalami momen foto berdekatan sedekat itu, saling memandang pertama kalinya dengan tatapan yang cukup dalam, karena posenya diatur kang fotografer. Haha, ndredegnya seharian. :)) Ya, 20 Agustus kemarin adalah ulang tahun pernikahan kami yang ke-3. Saya sadar bahwasanya di stage ini saya masih harus terus banyak belajar sebagai istri dan emak yang sholehah. Berat sih menjalankan sesuatu yang baik secara konsisten, melaksanakan tugas dengan rapi setiap saat, pasti ada mbleset-mblesetnya dari rencana. Tapi sekali lagi, pernikahan adalah ibadah terlama. Tempat untuk berlomba meraih kebaikan-kebaikan sebanyak-banyaknya.

Kemarin, kami menyempatkan untuk menyediakan waktu berdua dengan saling mengingat perjuangan kami berdua sampai di tahap pernikahan dan melempar doa kebaikan buat rumah tangga ini agar selalu diberkahi olehNya. Agar apa yang kita konsumsi halal, agar kami segera dimudahkan dalam melunasi tanggungan-tanggungan yang ada. Agra Allah selalu membimbing langkah-langkah kami. Aamiin. Tiga tahun adalah waktu yang masih sebentar lah untuk membangun rumah tangga, masih banyak sekali yang perlu diperbaiki bersama.

Tahun pertama pernikahan adalah momen penyesuaian, penyesuaian karakter, sikap dan lain sebagainya. Karena 24 jam berinteraksi dengan orang yang sama dan hampir sebagian dari hari-hari itu diisi oleh orang yang sama, jadi pastilah ketidakcocokan akan ada. Pernah dengar gak sih bahwa orang yang mengerti satu sama lain atau paham tentang kedaan orang terdekat itu melewati fase yang namanya bertengkar dulu? πŸ˜€ Entah dari mana itu omongan, tapi ada benarnya. Komitmen kami saat bertengkar itu, salah satu harus ada yang mengalah, dan di hari yang sama masalah harus sudah selesai. Sebelum tidur masalah harus sudah selesai.

Ya, begitulah kurang lebih, hehe. Kami masih harus banyak belajar karena pada dasarnya manusia adalah insan pembelajar, di mana pun itu. Ya sudah, segitu aja dulu untuk postingan kali ini. Postingan yang dipersembahkan di bulan Agustus dengan penuh cinta. #tsaahh…

@baiti jannati before gosok-gosok baju alias setrika buat berangkat kerja :))

#3y #3m

The End of July 2019

Tak terasa sudah di penghujung bulan Juli 2019. Bulan Juli adalah bulan dilahirkannya kembali saya dan suami saya. Iya, kami lahir di bulan yang sama, selisih 2 minggu saja. Jodoh saya ini memang tidak terduga πŸ™‚ InsyaAllah sampai jannah-Nya, aamiin.

Bulan ini kami mendapatkan kado yang luar biasa, kado yang membuat kami terus bersyukur dan membuat kami menjadi pribadi lebih baik, baik dari suami istri dan calon orang tua pastinya. Terkadang ungkapan cinta tak hanya dari kata-kata romantis. Saat suami membantu membereskan pekerjaan rumah itu adalah romantis, ketika suami membuatkan makanan kesukaan dengan olahan tangannya sendiri itu romantis. Banyak hal yang kita lalui selama ini bersama, InsyaAllah akan terus belajar dan berbenah menjadi lebih baik.

Kami juga memiliki passion yang kurang lebih sama, keminatan yang sama, hobi yang serupa (tapi tidak dengan nge-game), membuat kami bisa mengisi satu sama lain. Terakhir yang dilakukan suami saya adalah membantu saya mengoreksi berkas-berkas ujian, karena saya juga ada deadline di tanggal sama, agar saya bisa tetap beristirahat cukup waktu. Beliau adalah orang yang selalu peduli dengan kesehatan dan kondisi saya, begitulah waktu mengajari kami untuk saling mengisi dan memberi tanpa batas. Beliau adalah orang yang selalu mengingatkan saya kalau saya sudah overwork, karena pada dasarnya saya ini selalu menerima banyak pekerjaan yang sesuai dengan apa yang saya sukai. Jaman saya single, kalau ada kerjaan yang buat saya menarik banget pasti ya diambil, apalagi kesempatan tidak datang dua kali, memang waktu istirahat saya berkurang, tapi setidaknya saya masih bisa istirahat. Namun, saat menikah, perubahan besar ada pada diri saya, saya lebih selow. Meskipun sering sambat dengan banyaknya rutinitas yang tiada henti setiap hari, itu termasuk selow mode :))

Dari beliau saya juga belajar untuk menolak tawaran yang tidak prioritas dan lebih memilih, tidak diambil semuanya. Karena jujur, banyak tawaran menggiurkan, apalagi kalau soal penelitian, saya paling demen diskusi, tahu hal baru, kolaborasi riset, menciptakan hal bermanfaat. Sudah berapa kali tawaran collab research harus dipending, jadi saya sekarang fokus mengerjakan satu jenis riset dalam hal gizi pangan. Sudah sementara itu, meski saya harus menyelesaikan tanggungan yang lain juga.

Jadi guys, sesibuk apa saya sekarang, saya selalu tidur cukup kurang lebih 6 jam per hari. Kalau jaman mahasiswa dulu 4-5 jam per hari maksimal, cuma sekarang seiring faktor U, kondisi fisik harus diperhatikan. Karena kita yang punya tanggung jawab atas tubuh kita, tubuh kita harus dipebuhi hak-hak nya. Pun dalam Al-Quran disebutkan dalam surah al Qashash ayat 73:Β β€œDan karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebagian karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya.” idealnya sih 8 jam ya, cuma saya rasa 6 jam kurang lebih sudah cukup. Siang kerja, malam istirahat. Oleh karenanya, istilah begadang kalau tidak ada artinya yo bener itu :)).

Selembur-lemburnya saya, maksimal jam 10 malam sudah tidur dan memilih melanjutkan besok paginya. Saya kerjakan semaksimal saya, tapi saya berusaha tidak menyakiti tubuh saya sendiri, apalagi saya sudah punya tanggung jawab yang berbeda dari sebelum-sebelumnya sekarang. Gitu sih, itu juga terjadi pada suami saya πŸ™‚ Kita selalu saling mengingatkan. Kalau Sabtu atau Minggu ada tawaran pekerjaan kita juga tidak mengambilnya. Sepanjang tidak prioritas atau kewajiban kita tidak pernah mengambil. Bagaimana pun waktu keluarga adalah berharga. Suatu saat anak-anak kita akan mengimitasi apa yang dilakukan orang tuanya. Jadi, belajar jadi orang tua yang baik dan patut diteladani dalam memaknai “waktu” selalu akan diusahakan agar hidup seimbang, termasuk mencapai dunia dan akhirat yang seimbang. InsyaAllah.

Okelah, sekian postingan akhir bulan. Postingan yang ditulis sebelum berangkat untuk rapat dan memberi review 8 paper conference dengan deadline 1,5 hari lagi dari hari ini haha. Enjoy your day!

See you!

Welcome Home

Dua bulan ini vakum mengisi blog ini, terkadang saat weekend mencoba untuk menggoreskan sedikit cerita, namun raga kadang lebih memilih stay away dari gadget dan pernak perniknya. Di bulan Maret dan April dengan aktivitas dan beban yang cukup padat, saya mendapat undangan interview untuk PhD program di bulan Maret dan bulan Mei. Kedua program di dua kampus berbeda tersebut sangat menarik, meski ya saya gagal pada tahap tersebut. Program di kampus yang pertama adalah kerjasama dengan salah satu industri, sistemnya mobilitas Italia-Belanda, sangat menarik, karena dilakukan di 2 negara yang berbeda, topiknya pun sebenarnya linear dengan keminatan saya. Tapi, kalau belum rejeki, apa mau dikata. Saya mah udah biasa ditolak-tolak kalau urusan cari beasiswa sekolah. Pengalaman sejak S2 :))

Program kedua, ini sebenarnya cukup tidak saya pahami topiknya, namanya nyoba ya, eh kepanggil ya sudah cus saja. Programnya menarik karena melibatkan teaching. Wawancara via Skype antara UB dengan UoB (beda2 tipis sih singkatannya) saat itu, habis rapat langsung wawancara :)). Kehebohan yang hakiki. Berbeda dengan interview sebelumnya, interview ini benar-benar full hampir 1 jam, langsung diteter dengan 3 orang pewawancara yang betul-betul expert di bidangnya. As you know, kalau dibilang relate dengan apa yang saya tekuni dan teliti saat ini agak jauh sebenarnya. Tapi, rejeki kan tidak ada yang tau, meski gagal yang penting diambil pengalamannya πŸ™‚ Pewawancara sebenarnya juga tau kalau saya nampaknya tidak terlalu sreg, masih ingat betul pertanyaan terakhirnya “are you still interesting” :))

Yasudah itu saja, kesibukan bulan-bulan kemarin, ditambah bulan Mei, kampus juga cukup padat aktivitasnya, saya pun juga berusaha totalitas untuk mengisi untuk mengoptimalisasi diri di bulan Ramadhan, jadi kalau bisa dibilang ritme saya di bulan Ramdhan itu teratur, mulai ibadah dan kerja benar-benar sistematis. Saat ini pun saya merindukan beraktivitas seperti itu, aktivitas wajar dan bermanfaat.

Bulan Juni, sibuk deadline pengumpulan nilai plus paper conference, ditambah mepet sekali dengan waktu mudik. Entahlah badan rasanya sudah remek waktu itu :)). Saya ambil libur lebaran 10 hari di dua provinsi berbeda sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Dibagi dua tempat. Sampai kampus baru rehat sejenak, belum lama-lama istirahat sudah diberi amanah untuk mengajar semester Antara, yang mana saya jadwal mengajar sore sampai maghrib. What a day banget, itu setiap hari selama sebulan, baru kelar seminggu kemarin.

Selesai Semester Antara, langsung digruduk jadwal-jadwal ujian skripsi hingga saat ini. Ini belum saya masukkan kegiatan rapat, diskusi penelitian, dan bimbingan-bimbingan lain. Rasanya setiap sampai rumah wes ndak mau lagi lihat layar-layar, termasuk HP yang bahannya berat-berat :)). Pergi pagi pulang menjelang maghrib hampir setiap hari. Oleh karena itu, weekend sudah tidak mau diganggu gugat untuk istirahat. :)) Saya juga belum sempat submit-submit untuk mendaftar S3 lagi…… :))))))

Ya itulah, sekelumit sambat bulan kemarin-kemarin. Namun, saya juga bersyukur bisa diberi aktivitas, kalau tak beraktivitas justru saya ini tidak bisa (tipikal tidak bisa diam) :))

Yasudahlah, saya mau berangkat kerja dulu.

See you :))

Memasak dan Suka Dukanya

Sebelum menikah, saya termasuk golongan wanita yang selalu mengakui tidak bisa memasak. Dari kecil hingga SMA (sebelum merantau) bisa dibilang saya hanya asisten ibu saya di dapur. Itu pun jika diperlukan. Kemudian merantau ke Malang S1, ndilalah saya dapat kos yang dapur bersih, artinya dapur tidak boleh digunakan masak besar. Ya mentok bikin makanan nasional anak kos “Indomie”, selebihnya aturan kos tidak mengijinkan. Memang kosnya bersih dan ada orang sendiri yang membersihkan kosan. Betah sih ya di kosan dulu di KS3 yang cuma 12 kamar, masing-masing kamar 1 orang. Oke, sampai sini saya tak begitu explore itu bagaimana memasak. Dalam pikiran saya saat itu makan beli lebih murah daripada masak, apalagi belum waktu dan tenaganya yang bisa saya alokasikan lebih untuk aktivitas di kampus. Apalagi dulu di daerah kerto makan 5K-7K sudah lengkap dan enak. Tambah tidak tertarik memasak lagi rasanya.

Menginjak S2, kosan saya yang di Perumdos ITS saat itu dapur kosan bisa digunakan untuk memasak. Awal-awal masih semangat memasak yang sederhana saja, karena ingin belajar sedikit-sedikit. Lama-lama rasa malas menerpa karena harus naik turun tangga (kamar saya di lanati 2) untuk memasak dan dapurnya tidak dilengkapi wastafel, jadi kalau mau cuci-cuci harus angkat ke tempat cucian -yang berjarak 2 kamar mandi- kemudian merapikan alatnya lagi di bawa ke kamar atas. Saya ternyata tidak setelaten itu sodara-sodara. Ditambah kegiatan saya yang lumayan tugasnya saat S2 serta ikut project dosen dan lagi-lagi dapat beasiswa yang lumayan untuk tunjangan hidup, saya putuskan untuk membeli makanan saja. Karena waktu yang dikerluarkan untuk memasak dan printilannya memakan waktu yang cukup lumayan untuk ngoding atau baca-baca jurnal. Lagi pula, saya juga sudah memikirkan kalau masak untuk 1 orang rasa-rasanya biayanya yang dikeluarkan sama saja jatuhnya. Dalam tahap ini, saya masih mempertimbangkan menghemat waktu dan tenaga untuk memasak. Tiap orang punya pandangan terkait ‘hemat’ ini.

Perubahan besar terjadi saat saya exchange ke Polandia selama 10 bulan itu. Negara yang susah sekali mencari makanan halal jelas jauh dibandingkan Indonesia. Pengalaman ke Eropa membawa saya ke perubahan banyak hal yang lebih baik, salah satunya dalam kemampuan memasak ini. Saya masih ingat betul saat mencoba memasak pertama kali, ingin mencoba sup makaroni, namun saya salah bumbu atau bagaimana, rasanya bikin saya mual sehingga terpaksa tidak saya habiskan masakan saya sendiri itu. Walhasil makan seadanya, makanan kering yang bawa dari Indonesia. Di Polandia ini saya mulai belajar belanja sayur yang dibutuhkan, seberapa banyak harus membelinya, bisa digunakan untuk berapa porsi, bumbu apa saja yang harus dimasukkan. Bukan tanpa drama pada awalnya, hingga pada akhirnya saya bisa belajar mix and match bumbu versi saya dengan citra rasa lidah saya yang Jawa tulen ini. Beberapa karya saya memasak saat di Polandia bisa di baca di tautan berikut. Itu versi masak saya menggunakan rice cooker . Pada dasarnya saya memasak makanan Indo, karena itulah yang membuat saya lahap makan. Ternyata dalam keadaan terjepit yang mengharuskan saya memasak akhirnya bisa masak juga. Lebih-lebih saat saya menjamu tamu teman Indonesia yang menginap di dorm saya, saya mencoba memasak yang bagaimana agar cucok meong dengan lidah mereka. Alhamdulillah habis. πŸ™‚ Tapi masih masak yang receh sekali :))

Saat menikah, semuanya berubah. Ibu mertua pandai sekali memasak yang tentunya jangan dibandingkan dengan menantunya ini ya πŸ˜€ Jadi yo belajarlah memasak ya.. dan suami saya adalah seorang anak yang terbiasa dengan makanan rumahan, meski apa aja sebenarnya doi juga doyan-doyan saja sih. Suami juga pernah mengalami jadi anak rantau, 2 tahun saat kuliah di Swedia dia juga memasak sendiri. Jadi saya pikir, dengan pengalaman yang dia miliki, bisa mem-backup saya ketika saya pas berhalangan memasak di rumah. Hihi. Pertimbangan juga, karena sudah mengawali janji suci dalam satu atap dan menurut perhitungan ekonomi yang kami pertimbangkan, memasak sendiri jauh lebih murah daripada membeli. Kalaupun mendesak, terkadang kami juga membeli, jadi tidak rigid harus memasak terus, namun memang prioritas kami memasak sendiri di rumah. Selain lebih sehat, porsi dan rasa bisa kami atur sesuai selera kami. Suami tak segan turun ke dapur membantu saya memasak atau kadang kalau saya lagi sakit dia sigap memasakkan makanan sehat untuk saya, paling mentok suami tanya bumbunya apa, airnya segini kurang atau tidak dan seterusnya. Memasak dengan penuh cinta memang beda rasanya. Bahkan kami punya salah satu master piece makanan yang dimasak oleh kami berdua, kalau dimasak salah satu dari kami pasti ada yang kurang, kalau dimasak berdua rasanya bisa mengalahkan rasa makanan favorit tertentu yang pernah kami beli. *mohon maaf kalau bagian yang ini lebay ya pemirsaaa, memang begini adanya.. :)))

Oleh karena itu, membawa bekal makan siang ke kantor dari rumah selalu kami usahakan. Dalam seminggu kami usahakan ada bekal yang dimasak dari rumah. Ini sangat tergantung dari waktu juga sebenarnya, waktu yang kami miliki untuk berangkat kerja. Terkadang waktunya sangat mepet kalau kita berangkat kantor lebih pagi. Akhirnya, biasanya kami memutuskan makan malam di rumah dan memasak, sementara makanan siangnya beli (dan diusahakan ada sayur). Entahlah, sejak menikah, saya agak bosan kalau misalnya menu pagi, siang, dan malam sama. Jadi, sudah terbiasa dengan menu yang berbeda setiap kali memasak, atau minimal 2 menu dalam sehari. Agak jarang 1 menu untuk seharian.

Saya menyadari ternyata memasak itu seperti belajar bahasa, tak perlu dipelajari secara khusus, secara alamiah kemampuan itu akan muncul seiring berjalannya waktu. Seiring pengalaman yang diciptakan, beberapa inovasi yang dikembangkan juga memudahkan dalam memasak. Alhamdulilah, suami tipe yang mana selalu memasak makanan saya, enak atau tak enak. Apapun itu, cita-cita seorang istri pastinya mengusahakan yang terbaik untuk suaminya, InsyaAllah pun beliaunya demikian juga. Jadi buat para calon istri di luar sana atau para jombs yang belum bisa memasak jangan khawatir ya, semua ada masanya kok ya, yang penting ada niat pasti bisa InsyaAllah. Semangat <3

Oke deh sekian tentang curhat memasaknya, lain waktu di sambung. See you!

@Malang, selepas hujan malam minggu di rumah

Satu Per Satu

Rasanya sudah kangen ngeblog, satu bulan terlewat bulan Maret kemarin. Bulan Maret merupakan bulan yang dengan padatnya berebut waiting list pekerjaan yang harus diselesaikan. Juga ada cobaan yang saya hadapi dan selesaikan yang tak bisa saya ceritakan di sini, yang jelas ada keinginan untuk menulis bulan kemarin, qadarullah tidak bisa sampai datanglah bulan April. Oke, baiklah itu tadi sekedar pembukaan untuk menyapa pemirsah semuanya :))

Bulan April ini masih sama ritmenya dengan bulan lalu. Entah apes atau bagaimana, bulan ini saya dapat surat tugas baru dari jurusan yang sebenarnya saya sendiri merasa belum tentu sanggup memegang amanah itu. Pasalnya saya sebenarnya lebih memilih untuk melakukan penelitian dan bergelut dengan perburuan sekolah S3 yang juga belum tampak hilalnya. Pada akhirnya saya diwejangi salah satu ‘pimpinan’ bahwa kita tidak selamanya dalam kondisi ideal, jadi yang ada adalah optimalisasi diri. Baeklah, saya juga butuh belajar dan adaptasi lagi dengan manajemen yang tentunya harus saya bagi rata ini, sementara saya bukan amoeba.

Kalau dibilang sibuk, ya sebenarnya masih ada waktu luang kok. Terkadang waktu luangnya dibuat untuk menyelesaikan pekerjaan pribadi yang tertunda (seperti target menulis atau ngoding), cuma itu kalau mood nya lagi pas buwagus, kalau lagi lelah jiwa raga ya saya tidak memaksa. Tubuh dan jiwa saya punya hak untuk istirahat. Ya tho? Iyoin aja wes.

Selebihnya kerjaan saya ya tetap ngajar, bimbing, diskusi dan ritme yang masih sama. Kemudian juga mengikuti rapat-rapat yang diperlukan. Saya sebenarnya ada utang nulis ke beberapa orang, tapi kok ya tertunda. Semoga Allah mudahkan, sehingga saya bisa menyelesaikannya satu per satu. Saya sebenarnya bukan tipikal deadliner, tapi terkadang dengan banyaknya kerjaan yang secara tidak sengaja merajuk pada waktu yang sama membuat yang kurang prioritas jadi tertunda juga. Ya, akhirnya yang tak prioritas akan menjadi terus tertunda dan tergeser atau hampir lupa jika tak segera diselesaikan (maafkan). Sebenarnya sadar betul dengan hal ini, masih saya coba perbaiki manajemennya.

Saya juga lagi kepengen banget belajar di luar rutinitas saya sehari-hari, belajar keilmuan baru yang dapat digunakan untuk upgrade kulaitas diri. Sudah enroll online course juga masih belum sepenuhnya berjalan dengan baik. MasyaAllah nikmatnya pekerjaan-pekerjaan ini. Ini baru pekerjaan kantor ya. πŸ˜€

Saya akan terus belajar untuk mengerjakan tugas kantor di kantor, sementara di rumah, biarkanlah diri ini layaknya seorang istri dan ibu rumah tangga dengan peralatan dapurnya dan juga pekerjaan rumahnya seperti melipat jemuran ataupun menyetrika. Belum lagi merelaksasikan diri untuk me time dan menyediakan waktu khusus bersama yang tercinta *my greatest supporter in my life, suamik. Untung saya punya penasehat yang benar-benar bisa mengendalikan saya dan rutinitas saya agar masih dalam tahap waras. πŸ˜€ πŸ˜€ πŸ˜€

Di luar itu semua, saya pengen menyambut Ramadhan dengan ibadah yang tuma’ninah, karena saya sudah merindukannya. Semoga segala hajat dapt tertunaikan satu per satu. Bismillah. Semangat! πŸ™‚

@Malang, baiti jannati, malam