Alhamdulillah, ketika kita sering berinteraksi dengan banyak orang maka sejatinya secara tidak langsung diri kita sudah dapat melakukan pengenalan pola karakter lawan bicara kita, mulai dari bagaimana mereka merespon, bagaimana mereka memberi pendapat tanpa menekan, bagaimana mereka menerima kritik, bagaimana mereka mendengarkan tanpa toxic dan lain sebagainya. Buat saya pribadi, mencari teman diskusi yang pas adalah suatu seni komunikasi yang bisa memunculkan persepsi yang berbeda. Oleh karena itu, terkadang kita perlu memfilter terlebih dahulu kita akan mendiskusikan apa dan lebih tepat diskusi ke siapa. Tidak ada rumus saklek, cuma kita sendiri yang bisa menilai kita lebih nyaman berkomunikasi dengan siapa dan ini subjektif.
Continue readingCategory Archives: curhat
Sudah Ngapain Aja di Usia 25 Tahun?
Saat 25 tahun kamu udah ngapain saja?
Lagi trending bahasan tentang umur 1/4 abad ini, seakan-akan jadi threshold buat pencapaian-pencapaian tertentu. Padahal, tentunya beda orang akan punya timeline dan standar sendiri.
Continue readingWelcoming November Rain
*Tulisan yang harusnya diposting bulan November namun masih tersimpan dalam draft 🙂
Alhamdulillah, awal November kemarin hujan cukup lebat pertama kalinya. Saat itu saya ada di luar kota untuk persiapan audit, namun posisinya masih tak jauh dari Malang. Alhamdulillah. Selain itu, saya juga pas menjadi bagian dari suatu unit untuk menilik manual mutu. Oh yes, sebenarnya saya bukan tipikal orang yang bisa dan suka tentunya dengan hal-hal administratif semacam demikian, namun Surat Tugas harus dijalankan, bukan? Ya, tentunya semampu dan semaksimal kita. Di bulan Oktober juga deadline pengumpulan laporan pengamas. Sempat juga disuruh menjadi moderator dadakan saat 29 Oktober 2019 kemarin dalam untuk sebuah workshop teknologi. Ya begitulah sekelumit cerita di bulan kemarin yang terus terang… tiada jeda.
Continue readingMemasak dan Suka Dukanya
Sebelum menikah, saya termasuk golongan wanita yang selalu mengakui tidak bisa memasak. Dari kecil hingga SMA (sebelum merantau) bisa dibilang saya hanya asisten ibu saya di dapur. Itu pun jika diperlukan. Kemudian merantau ke Malang S1, ndilalah saya dapat kos yang dapur bersih, artinya dapur tidak boleh digunakan masak besar. Ya mentok bikin makanan nasional anak kos “Indomie”, selebihnya aturan kos tidak mengijinkan. Memang kosnya bersih dan ada orang sendiri yang membersihkan kosan. Betah sih ya di kosan dulu di KS3 yang cuma 12 kamar, masing-masing kamar 1 orang. Oke, sampai sini saya tak begitu explore itu bagaimana memasak. Dalam pikiran saya saat itu makan beli lebih murah daripada masak, apalagi belum waktu dan tenaganya yang bisa saya alokasikan lebih untuk aktivitas di kampus. Apalagi dulu di daerah kerto makan 5K-7K sudah lengkap dan enak. Tambah tidak tertarik memasak lagi rasanya.
Menginjak S2, kosan saya yang di Perumdos ITS saat itu dapur kosan bisa digunakan untuk memasak. Awal-awal masih semangat memasak yang sederhana saja, karena ingin belajar sedikit-sedikit. Lama-lama rasa malas menerpa karena harus naik turun tangga (kamar saya di lanati 2) untuk memasak dan dapurnya tidak dilengkapi wastafel, jadi kalau mau cuci-cuci harus angkat ke tempat cucian -yang berjarak 2 kamar mandi- kemudian merapikan alatnya lagi di bawa ke kamar atas. Saya ternyata tidak setelaten itu sodara-sodara. Ditambah kegiatan saya yang lumayan tugasnya saat S2 serta ikut project dosen dan lagi-lagi dapat beasiswa yang lumayan untuk tunjangan hidup, saya putuskan untuk membeli makanan saja. Karena waktu yang dikerluarkan untuk memasak dan printilannya memakan waktu yang cukup lumayan untuk ngoding atau baca-baca jurnal. Lagi pula, saya juga sudah memikirkan kalau masak untuk 1 orang rasa-rasanya biayanya yang dikeluarkan sama saja jatuhnya. Dalam tahap ini, saya masih mempertimbangkan menghemat waktu dan tenaga untuk memasak. Tiap orang punya pandangan terkait ‘hemat’ ini.
Perubahan besar terjadi saat saya exchange ke Polandia selama 10 bulan itu. Negara yang susah sekali mencari makanan halal jelas jauh dibandingkan Indonesia. Pengalaman ke Eropa membawa saya ke perubahan banyak hal yang lebih baik, salah satunya dalam kemampuan memasak ini. Saya masih ingat betul saat mencoba memasak pertama kali, ingin mencoba sup makaroni, namun saya salah bumbu atau bagaimana, rasanya bikin saya mual sehingga terpaksa tidak saya habiskan masakan saya sendiri itu. Walhasil makan seadanya, makanan kering yang bawa dari Indonesia. Di Polandia ini saya mulai belajar belanja sayur yang dibutuhkan, seberapa banyak harus membelinya, bisa digunakan untuk berapa porsi, bumbu apa saja yang harus dimasukkan. Bukan tanpa drama pada awalnya, hingga pada akhirnya saya bisa belajar mix and match bumbu versi saya dengan citra rasa lidah saya yang Jawa tulen ini. Beberapa karya saya memasak saat di Polandia bisa di baca di tautan berikut. Itu versi masak saya menggunakan rice cooker . Pada dasarnya saya memasak makanan Indo, karena itulah yang membuat saya lahap makan. Ternyata dalam keadaan terjepit yang mengharuskan saya memasak akhirnya bisa masak juga. Lebih-lebih saat saya menjamu tamu teman Indonesia yang menginap di dorm saya, saya mencoba memasak yang bagaimana agar cucok meong dengan lidah mereka. Alhamdulillah habis. 🙂 Tapi masih masak yang receh sekali :))
Saat menikah, semuanya berubah. Ibu mertua pandai sekali memasak yang tentunya jangan dibandingkan dengan menantunya ini ya 😀 Jadi yo belajarlah memasak ya.. dan suami saya adalah seorang anak yang terbiasa dengan makanan rumahan, meski apa aja sebenarnya doi juga doyan-doyan saja sih. Suami juga pernah mengalami jadi anak rantau, 2 tahun saat kuliah di Swedia dia juga memasak sendiri. Jadi saya pikir, dengan pengalaman yang dia miliki, bisa mem-backup saya ketika saya pas berhalangan memasak di rumah. Hihi. Pertimbangan juga, karena sudah mengawali janji suci dalam satu atap dan menurut perhitungan ekonomi yang kami pertimbangkan, memasak sendiri jauh lebih murah daripada membeli. Kalaupun mendesak, terkadang kami juga membeli, jadi tidak rigid harus memasak terus, namun memang prioritas kami memasak sendiri di rumah. Selain lebih sehat, porsi dan rasa bisa kami atur sesuai selera kami. Suami tak segan turun ke dapur membantu saya memasak atau kadang kalau saya lagi sakit dia sigap memasakkan makanan sehat untuk saya, paling mentok suami tanya bumbunya apa, airnya segini kurang atau tidak dan seterusnya. Memasak dengan penuh cinta memang beda rasanya. Bahkan kami punya salah satu master piece makanan yang dimasak oleh kami berdua, kalau dimasak salah satu dari kami pasti ada yang kurang, kalau dimasak berdua rasanya bisa mengalahkan rasa makanan favorit tertentu yang pernah kami beli. *mohon maaf kalau bagian yang ini lebay ya pemirsaaa, memang begini adanya.. :)))
Oleh karena itu, membawa bekal makan siang ke kantor dari rumah selalu kami usahakan. Dalam seminggu kami usahakan ada bekal yang dimasak dari rumah. Ini sangat tergantung dari waktu juga sebenarnya, waktu yang kami miliki untuk berangkat kerja. Terkadang waktunya sangat mepet kalau kita berangkat kantor lebih pagi. Akhirnya, biasanya kami memutuskan makan malam di rumah dan memasak, sementara makanan siangnya beli (dan diusahakan ada sayur). Entahlah, sejak menikah, saya agak bosan kalau misalnya menu pagi, siang, dan malam sama. Jadi, sudah terbiasa dengan menu yang berbeda setiap kali memasak, atau minimal 2 menu dalam sehari. Agak jarang 1 menu untuk seharian.
Saya menyadari ternyata memasak itu seperti belajar bahasa, tak perlu dipelajari secara khusus, secara alamiah kemampuan itu akan muncul seiring berjalannya waktu. Seiring pengalaman yang diciptakan, beberapa inovasi yang dikembangkan juga memudahkan dalam memasak. Alhamdulilah, suami tipe yang mana selalu memasak makanan saya, enak atau tak enak. Apapun itu, cita-cita seorang istri pastinya mengusahakan yang terbaik untuk suaminya, InsyaAllah pun beliaunya demikian juga. Jadi buat para calon istri di luar sana atau para jombs yang belum bisa memasak jangan khawatir ya, semua ada masanya kok ya, yang penting ada niat pasti bisa InsyaAllah. Semangat <3
Oke deh sekian tentang curhat memasaknya, lain waktu di sambung. See you!
@Malang, selepas hujan malam minggu di rumah
Satu Per Satu
Rasanya sudah kangen ngeblog, satu bulan terlewat bulan Maret kemarin. Bulan Maret merupakan bulan yang dengan padatnya berebut waiting list pekerjaan yang harus diselesaikan. Juga ada cobaan yang saya hadapi dan selesaikan yang tak bisa saya ceritakan di sini, yang jelas ada keinginan untuk menulis bulan kemarin, qadarullah tidak bisa sampai datanglah bulan April. Oke, baiklah itu tadi sekedar pembukaan untuk menyapa pemirsah semuanya :))
Bulan April ini masih sama ritmenya dengan bulan lalu. Entah apes atau bagaimana, bulan ini saya dapat surat tugas baru dari jurusan yang sebenarnya saya sendiri merasa belum tentu sanggup memegang amanah itu. Pasalnya saya sebenarnya lebih memilih untuk melakukan penelitian dan bergelut dengan perburuan sekolah S3 yang juga belum tampak hilalnya. Pada akhirnya saya diwejangi salah satu ‘pimpinan’ bahwa kita tidak selamanya dalam kondisi ideal, jadi yang ada adalah optimalisasi diri. Baeklah, saya juga butuh belajar dan adaptasi lagi dengan manajemen yang tentunya harus saya bagi rata ini, sementara saya bukan amoeba.
Kalau dibilang sibuk, ya sebenarnya masih ada waktu luang kok. Terkadang waktu luangnya dibuat untuk menyelesaikan pekerjaan pribadi yang tertunda (seperti target menulis atau ngoding), cuma itu kalau mood nya lagi pas buwagus, kalau lagi lelah jiwa raga ya saya tidak memaksa. Tubuh dan jiwa saya punya hak untuk istirahat. Ya tho? Iyoin aja wes.
Selebihnya kerjaan saya ya tetap ngajar, bimbing, diskusi dan ritme yang masih sama. Kemudian juga mengikuti rapat-rapat yang diperlukan. Saya sebenarnya ada utang nulis ke beberapa orang, tapi kok ya tertunda. Semoga Allah mudahkan, sehingga saya bisa menyelesaikannya satu per satu. Saya sebenarnya bukan tipikal deadliner, tapi terkadang dengan banyaknya kerjaan yang secara tidak sengaja merajuk pada waktu yang sama membuat yang kurang prioritas jadi tertunda juga. Ya, akhirnya yang tak prioritas akan menjadi terus tertunda dan tergeser atau hampir lupa jika tak segera diselesaikan (maafkan). Sebenarnya sadar betul dengan hal ini, masih saya coba perbaiki manajemennya.
Saya juga lagi kepengen banget belajar di luar rutinitas saya sehari-hari, belajar keilmuan baru yang dapat digunakan untuk upgrade kulaitas diri. Sudah enroll online course juga masih belum sepenuhnya berjalan dengan baik. MasyaAllah nikmatnya pekerjaan-pekerjaan ini. Ini baru pekerjaan kantor ya. 😀
Saya akan terus belajar untuk mengerjakan tugas kantor di kantor, sementara di rumah, biarkanlah diri ini layaknya seorang istri dan ibu rumah tangga dengan peralatan dapurnya dan juga pekerjaan rumahnya seperti melipat jemuran ataupun menyetrika. Belum lagi merelaksasikan diri untuk me time dan menyediakan waktu khusus bersama yang tercinta *my greatest supporter in my life, suamik. Untung saya punya penasehat yang benar-benar bisa mengendalikan saya dan rutinitas saya agar masih dalam tahap waras. 😀 😀 😀
Di luar itu semua, saya pengen menyambut Ramadhan dengan ibadah yang tuma’ninah, karena saya sudah merindukannya. Semoga segala hajat dapt tertunaikan satu per satu. Bismillah. Semangat! 🙂
@Malang, baiti jannati, malam
Lebaran 1439 H
Setelah kepulangan dari Turki di bulan Mei, beberapa hari setelahnya bulan Ramadhan menyambut kedatangan kami. Alhamdulillah masih dipertemukan dengan Ramadhan. Saat bulan Ramadhan adalah bulan untuk berproses, jadi tak ubahnya dengan bulan-bulan berikutnya, jam kerja tetap berjalan, namun alhamdulillah lingkungan kerja mendukung untuk beribadah lebih intens. Bulan Ramadhan kemarin cukup berat cobaannya di 10 hari terakhir, cobaan untuk mengindahkan hawa nafsu sendiri dari rasa malas dan kantuk dalam mentadaburi Al-Quran dan kandungannya. Segala maaf yang berujung penyesalan hingga datanglah hari kemenangan. Sedih rasanya Ramadhan berlalu dengan cepat. Ingin rasanya menikmati keteduhan malam-malamnya kembali. Hanya berharap semua amal dan ibadah dan segala kebaikan diterima oleh Allah. Taqoballallahu minna wa minkum. Semoga kiranya diri ini bisa sampai ke Ramadhan berikutnya dengan tetap menjaga istiqomah amalan-amalan yang ada di bulan Ramadhan.
Lingkungan kerja sangat kondusif dengan kegiatan-kegiatan yang beragam di bulan Ramadhan, yang membuat diri yang masih sering lalai dengan duniawi ini jadi tersiram cahaya. Tahsin setiap Selasa, Kajian muslimah setiap Jum’at siang, understanding Al-Quran setiap Selasa dan Jumat siang sampai sore, kajian ba’da dhuhur, dan kegiatan lainnya. Alhamdulillah. Sebaik-baik kawan adalah yang mengingatkan kita semua dengan kebaikan, alhamdulillah dinaungi teman-teman baik karenaNya.
Perkara pekerjaan di duniawi di bulan Ramadhan, saya mencoba berusaha dengan sangat menanggalkannya kalau tidak terlalu penting. Saya juga coba taat untuk pulang tepat waktu sesuai aturan jam kerja, agar saya dapat membagi waktu dengan baik untuk menyiapkan masakan berbuka dan beribadah menyambut waktu mustajab untuk berdo’a saat berbuka. Untuk pekerjaan di luar jam kerja, saya pasrahkan ke Allah, saya kerjakan sebisanya dan semampu saya. Mendekati mudik adalah pekerjaan yang lumayan berat. Di samping bimbingan skripsi mahasiswa yang mulai berjibun di akhir-akhir deadline P2, juga koreksian berikut dengan kompilasi nilai dan input nilai sebelum 10 Juni. Padahal 9 Juni sudah rencana mudik. Akhirnya beban sebelum mudik harus saya selesaikan di kampus saat itu juga. Hingga ruangan-ruangan di sepanjang koridor terlihat sepi saat melintas ketika pulang, karena sudah hari terakhir masuk saat itu. Tapi, alhamdulillah, Allah mudahkan.
Sama cerita lebaran dengan tahun sebelumnya, lebaran diisi dengan mudik di dua kota kelahiran saya dan suami, di Nganjuk dan di Kalibagor. Antara Jatim dan Jateng, mudik yang cukup jauh dengan rute Malang-Nganjuk-Purwokerto-Nganjuk-Malang. Ya, semua demi pembagian libur 10 hari yang adil di 2 tempat. Itu pun rasanya cepat sekali berlalu. MasyaAllah. Rasanya nyesel kalau masih banyak waktu yang terbuang sia-sia. 🙁 Tapi bagaimana pun juga, kewajiban di tanah rantau juga tak bisa dilepaskan seperti pesan ibu mertua. Semoga doa untukNya yang menjaga kami, karena hanya Dia sebaik-baik penjaga. Aamiin.
@Malang, 21 Juni 2018, senyap dan sendu karena mendung
Di kampus, A.1.9.
Milestone Penelitian Up to 2017
Postingan kali ini mungkin agak sedikit berbeda, karena saya ingin mencatat sejarah penelitian saya per tahunnya. Mungkin bisa jadi kenang-kenangan saya suatu saat nanti. Semoga istiqomah merangkum perjalanan tersebut tiap tahunnya. Selain bisa menjadi penyemangat, juga menjadi pengingat diri sendiri kalau sudah mulai loyo nulis ataupun loyo research. Meskipun kemungkinan loyo research kecil, karena tuntutan setiap saat (minimal 2 kali dalam setahun), tapi yang namanya manusia ya bisa saja not on the right track. Well, syukur-syukur alhamdulillah kalau postingan ini juga membantu teman-teman dosen muda yang masih di berada ‘di bawah’ untuk tetap semangat menulis. Karena kalau kita sudah jatuh cinta, menulis akan menjadi kebutuhan #halah 😀
Berhubung ini blog pribadi jadi meskipun topiknya semacam formal, tetap ya bahasanya kita buat fleksibel saja. 😀 Well, 2013 saya mulai menyukai lebih dalam terkait riset, saat itu masih tercatat sebagai mahasiswa S2 ITS semester 2. Saya ikut proyek dosen untuk penelitian terkait peningkatan produktivitas gula nasional. Di samping itu ‘gemblengan’ di ITS benar-benar bikin kita lumayan kliyengan saat masuk pertama kali. Pada semester pertama, kita sudah disuguhi bahan untuk mengulas paper-paper. Yep, hampir setiap waktu obrolan kita ide penelitian, metode, most of them related to research topic or interest. Dulu gak pernah kebayang sampai bisa tenggelam dan menyukai dunia penelitian. Thanks to all my supervisors and lecturers saat saya S2 di ITS dulu. Kalaupun sampai saat ini tulisan saya sudah terpampang di beberapa jurnal dan konferensi internasional pun prosiding dan jurnal nasional, itu karena bimbingan beliau-beliau dahulu. Amal jariyah buat beliau-beliau kelak, dan semoga saya bisa juga memberikan sedikit ilmu yang saya punya untuk mahasiswa-mahasiswa saya juga nantinya. Aamiin. *serius 🙂
ResearchGate
Saya buat ResearchGate ini semenjak Continue reading
Siapa Kita
Alhamdulillah, pada akhirnya menginjak juga tahun baru 2018. Alhamdulillah, tahun 2017 telah terlewati dengan segenap pencapaian yang telah terwujud maupun belum terwujud karena kebaikanNya. Biarkan skenarioNya berjalan dengan kita mengoptimalkan segala sesuatunya untuk menggapai apa yang belum terwujud. Ada kesibukan awal tahun sangat padat dilakukan dalam satu minggu belakangan, baik urusan kantor ataupun urusan di rumah, yang membuat saya menunda untuk membuat satu artikel yang telah saya targetkan sebelumnya (targetnya sih pas malam tahun baru, tapi yo weslah 😀 ). Okelah, yang penting sekarang sudah nulis kan ya 😀
Masih dengan terkait impian dan mewujudkannya, beberapa hari setelah tahun baru, saya agak tergelitik dengan salah satu postingan kawan baik saya, sekaligus travel mate saya saat di Eropa dulu Ria Dhea. Dhea merespon salah satu postingan dari tirtoid terkait masalah kepo yang menjalar seperti lemari partikel yang terkena lembab berbulan-bulan, finally “jamuren” di kehidupan sosial kita. Fenomena ini bahkan sudah sangat biasa sekali di lingkungan kita. Lingkungan yang terkadang cenderung suka membandingkan self-achievement dengan standar orang lain dalam mencapai impiannya. Why do not you do that? Why do not you do this? Alih-alih orang yang tidak begitu mengenal kita yang menyampaikan. Rasanya tinggal masuk telinga kanan keluar telinga kiri saja, tinggal menguatkan mental saja 😀 Kadang beberapa lidah ada yang ganas, jadi tinggal siap-siap menjadi baja agar waktu dan kerja lebih produktif dengan tetap menggemakan vibra positif dalam diri. Tiap orang mempunyai zona pribadi, selama itu tidak membawa kerusakan bagi lingkungan, seharusnya tak perlu hebring banget pengen tahu ini itu. Siapa kita?
Sebenarnya pun juga tidak sepenuhnya salah sih, Continue reading
Juli yang Lewat
Juli sudah lewat, namun jadinya ngeblognya lewat juga 😀 Bulan Juli kemarin saya ngapain saja ya? Alhamdulillah beberapa hal sudah terlewati di bulan Juli dengan baik, meski ada pula deadline yang tak teraih dengan baik. Jadi, Juli adalah milad saya dan suami, sama-sama lahir di bulan Juli, tapi kita punya karakter yang jauh berbeda. Tak sedikit orang menanyakan bagaimana kita bersama dengan saya yang rame dan mas yang cenderung pendiam bahkan mungkin cenderung memiliki flat expression. 😀 Atas izinNya-lah entah mengapa perbedaan itu menjadi sesuatu yang sangaaaattt indah banget buat kami berdua. <3 <3 <3 Sampai detik ini pun rasa cinta yang bersemi tak pernah berkurang malah bertambah. #ciye *yang baca dan masih jomblo tak perlu baper ya, InsyaAllah ada waktunya masing-masing, dan semoga disegerakan 🙂
Apa gak bosan nih? Di kantor ketemu, di rumah ketemu? Pertanyaan ini suering banget diluncurkan. Jawabannya adalah sama sekali tidak, malah selalu bersemangat 😀 Dengan tetap berusaha untuk profesional, yang jelas peran kami di rumah dan di kantor juga berbeda. Di kantor kami sebagai rekan kerja, yang harus profesional juga dalam menjalankan tugas atau amanah yang diberikan kepada kami. Kalau di rumah rahasia perusahaan ya. 😀 😀 😀 yang jelas rasanya seperti pengen weekend terus kalau sama suami. 😀
Juli kami berdua juga telah menyelesaikan buku perdana kami yang alhamdulillah lolos jalur reguler dari Press UB. Sekarang masih menunggu proses review yang panjang, doakan lancar ya 🙂 Juli juga alhamdulillah paper kami lolos dalam international conference di Dubai yang akan diselenggarakan bulan Agustus ini. Semua ini tak lepas dari rejeki yang Allah berikan. Alhamdulillah, perjalanan ke Dubai nanti akan menjadi first long trip perdana bersama suami. Semoga perjalanan lancar dan membawa keberkahan bagi kami dan tim. Aamiin.
Segitu dulu ya update nya. See you..
@kantor bersama angin yang dingin
Tetap Semangat di Bulan April
Sampai juga pada bulan April, judul yang memang random banget, artikel sebelumnya Semangat Maret, sekarang topiknya masih seputar semangat. 😀 Iya Maret yang hectic telah berlalu, namun ternyata bulan April lebih hectic lagi. 😀 Alhamdulillah. Kalau bulan kemarin, selain aktivitas wajib belajar-mengajar, sepaket review paper, ngoding, membuat jurnal internasional, dan menulis buku (50%) telah tercapai. At least mereka sudah disubmit, urusan reject atau accept belakangan 😀 Oh ya bulan kemarin juga pertama kalinya pengalaman dalam mengisi borang akreditasi. Ternyata uwakeh ya… 😀 Dulu, dulu nih ya, ane pikir jadi dosen itu pekerjaan yang lumayan santai, selow seperti santai di pantai sambil menikmati kelapa muda. Eh, tapi kok nyatanya enggak ya? 😀 Bersyukur lagi saja lah, alhamdulillah menikmatinya nih, terutama kalau aktivitasnya berkaitan dengan penelitian.
Yep, bulan ini, setelah submit jurnal internasional, masih ada tanggungan jurnal dan paper conference lagi. Ada yang terkadang bertanya. Bosen gak?Entahlah, kalau ngomongin penelitian ini rasanya seperti ngomongin kamu! #eh. 😀 Asyik saja pokoknya menurut saya. Plus amanah untuk menjadi juri dalam karya tulis mahasiswa tingkat nasional dengan 150 paper yang harus saya review in a row. Jumlah 150 teh banyak pisan, semoga pengalaman menjadi reviewer jurnal TEKNLOGI, REGISTER, KINETIK bisa mengupgrade kemampuan saya secara tidak langsung untuk mengakselerasi dalam proses penilaian, karena berbatas dengan waktu. Aamiin yes..
Bulan ini juga alhamdulillah dapat amanah membimbing 22 mahasiswa yang skripsi pada semester ini, in which terkadang makan waktu juga kalau membimbing :D. So far diskusi dengan mereka asyik-asyik saja, saya juga bisa belajar sesuatu yang baru terkadang dari mereka, baik dari algoritme maupun ide-ide ecemerlang yang dapat menghasilkan satu, dua atau belasan judul skripsi baru :D. Dari sini mencoba untuk membuat satu goal apakah pembelajaran yang sukses itu tidak hanya satu arah?. Oke, coba kita uji hipotesis. Kira-kira tolak H0 apa terima H0 dengan z test hayo? 😀 Pikir sendiri ya hihihi 😀
Sudah ya begitu saja, kapan-kapan dilanjut lagi… 😀 Ada apa bulan berikutnya??? 😀
@Malang subuh dingin